NRA.MPL.10.576.0384.JGR Kambuna 2012

Friday 15 August 2014

Catatan Kecil Waktu Muncak di Akhir Lebaran

09:34

Share it Please
Kami berempat baru bangun dari tidur yang lelap setelah melakukan perjalanan yang melelahkan dari Makassar menuju Kabupaten Enrekang, Rabu (30/07/2014). Tiba di Kabupaten Enrekang pukul 00.00 WITA, malam. Kami nginap di rumah Hendrik. Saya, Jaya, Mustafid dan Brutus berangkat dari Makassar menggunakan sepeda motor.

Saya, Jaya, Mutafid dan Brutus rencananya akan melakukan pendakian Gunung Latimojong. Mengisi liburan akhir lebaran. Hendrik juga ikut. Kali ini saya bersama empat adik angkatanku dari Mapala UMI itu, akan melakukan pendakian di puncak tertinggi Pulau Sulawesi (Puncak Rante Mario) mengisi liburan akhir lebaran.

Masih di rumah Hendrik, suasana pagi cuacanya cerah dan indah, udaranya terasa sejuk. Rumah Hendrik berada di desa Sossok Kelurahan Mataran, yang dikelilingi oleh pegunungan. Sembari menikmati udara yang sejuk dipagi itu, Mustafid membuat teh hangat untuk diminum sekedar menghangatkan tubuh yang kedinginan.

Saya mengambil posisi duduk yang lebih nyaman agar bisa menikmati teh buatan Mustafid sambil memandangi pemandangan yang indah. Dari atas lantai 3 rumah Hendrik, saya duduk memandangi indahnya pegunungan yang hijau. Di rumah Hendrik, kami bertemu dengan Landak dan Trambessi mereka dari Mapala Massemrempulu (Mapasse) Kabupaten Enrekang. Mereka rupanya ingin ikut dengan kami dalam pendakian ini. Jumlah kami bertambah menjadi 7 orang.

Pada pukul 11.00 Wita mulai packing untuk persiapan, menuju kaki Gunung Latimojong. Menuju kaki Gunung Latimojong kami menggunakan sepeda motor. Saya bersama Mustafid berboncengan menggunakan sepeda motor Yamaha Jupiter yang sudah diracing menjadi motor Trail.

Dalam perjalanan memasuki kaki Gunung Latimojong medannya sangat menantang. Jalan yang di lalui belum beraspal dengan tanah berwarna merah. Badan jalannya juga berdebuh ada juga yang becek dan licin. Medannya bervariasi, kadang landai, kadang terjal, terkadang kami juga harus ekstra berhati-hati ketika melawati tanjakan yang licin.

Kami pun tiba di rumah bapak Ambe Suhani. Ia adalah tokoh masyarakat di Dusun Anging-Angin, Desa Latimojong Kec. Batu sekaligus orang yang dituakan di daerahnya itu. Di rumahnya sering dijadikan Basecamp para pendaki yang hendak ingin melakukan pendakian ke Gunung Latimojong (Puncak Rante Mario).

Istirahat sejenak dirumah bapak Ambe Suhani sebelum memasuki jalur pendakian pos 1. Mengisi waktu istirahat di rumah sederhana itu sambil berbincang-bincang dengan Ambe Suhani mengenai kedaan dusunnnya dan juga orang-orang yang bermukim di sekitar tempat tinggalnya.

Siang itu Kamis pukul 14.12 WITA Istri bapak Ambe Suhani membuatkan kami makanan khas Palopo, yaitu Kapurung. Kami makan bersama dengan keluarga Bapak Ambe. Setelah makan kami-pun bergegas siap-siap untuk melakukan perjalanan. Hendrik yang juga orang asli Enrekang mengajak Bapak Ambe Suhani berbicara menggunakan Bahasa daerahnya. Ia sepertinya menanyakan jalur masuk ke pos 1.

* Pendakian melewati Jalur Angin-Angin

Memasuki jalur, kami ditemani oleh dua orang anak Bapak Ambe Suhani. Ia mengatar kami sampai di pos 1. Kami baru pertama kali melewati jalur Angin-Angin, kami juga tak membawa perlengkapan Navigasi. Biasanya kalau ingin ke puncak kami lewat jalur Dusun Bone-Bone atau di Dusun Karangan. Kami sengaja melewati jalur Dusun Angin-Angin agar menambah pengalaman baru. Mencoba hal-hal baru itu sangat menyenangkan. Dan juga menjadi pengalaman yang tak bisa dilupakan.

Tiba di pos 1, anak Bapak Ambe Suhani yang mengantar kami, berpesan kepada kami agar berahati-hati dalam pendakian. Ia hanya mengantar kami sampai di pos 1 saja. Keduanya pun pamitan kembali ke dusun. Pendakian dimulai setelah keduanya meniggalkan kami, Hendrik bertindak sebagai Leader dalam pendakian itu, yang lain mengikut dari belakang. Saya sendiri bertindak sebagai Swepper. Jalur yang kami lalui tak ada tanda-tanda atau-pun stringline di kiri kanan jalur. Hendrik terpaksa harus menggunakan instingnya dalam melewati jalur yang tidak jelsa itu.

Saya sengaja menyuruh Hendrik berada paling depan sebagai leader karena ia memiliki skill, fisik dan mental yang cukup lumayan bagus. Ia sudah terbiasa menggunakan isntingnya dalam melewati jalur yang baru. Walaupun ia itu hanya mengenyam dan mendalami ilmu Caving di Mapala UMI Makassar.

Menuju ke pos 2, kami melewati tanjakan yang ditumbuhi pohon-pohon yang memiliki akar besar. Terdapat sungai, airnya mengalir terdengar sangat jelas di sebelah kiri tanjakan. Tiba di pos 2 pukul 21.00 WITA malam. Kami bertujuh memutuskan untuk camp di situ. Selain sumber mata air-nya yang dekat, juga lahannya cukup luas untuk mendirikan camp. Brutus dan Hendrik turun ke sungai mengambil air. Sedang saya, Mustafid dan Jaya mendirikan camp. Landak dan Trambessi juga medirikan camp tempat mereka istirahat.

Saya, Mustafid, Jaya, dan Brutus bersama tidur dalam satu tenda. Sedangkan Hendrik bertiga dalam satu tenda bersama temannya Landak dan Trambessi. Jadi malam itu ada 2 tenda yang berdiri.

Brutus dan Hendrik tiba tempat camp dengan membawa Jerigen yang berisi air. Brutus langsung memasak air untuk membuat kopi. Sedang Mas (Mustafid) memasak nasi. Kopi buatan Brutus sudah jadi, kami meyeruput kopi bersama untuk menghangatkan tubuh kami yang kedinginan. Sembari menunggu masakan Mustafid, kami bertujuh mengevaluasi hasil perjalanan yang kami lalui tadi.

Masakan Mutafid sudah matang, siap santap nyamm,,nyam..nyam.. kami bertujuh makan malam bersama, duduk membentuk lingkaran beralaskan Matras. Tridisi yang sering diajarkan oleh senior-senior kami dari Mapala UMI Makassar. Setelah makan, kami mengatur barang-barang bawaan terus dirapikan agar tidak basah terkena air hujan ataupu gangguan dari binatang. Setelah itu kami bertujuh langsung masuk ke dalam tenda masing-masing untuk merebahakan tubuh yang lelah akibat pendakian.

Pagi tiba, Mutafid dan Hendrik lebih dulu bangun, Mutafid kembali memasak untuk makan pagi di bantu oleh Brutus. Pagi itu kami sengaja menyantap makan-makanan yang berat, karena perjalanan yang akan kami lalui membutuhkan tenaga yang super tangguh.

Perjalanan menuju pos 3 medannya masih menanjak. Hendrik berjalan paling depan disusul oleh Brutus. Kemudian Landak dan Trambessi. Lalu saya Mustafid dan Jaya. Ternyata medannya terbuka. Puncak Rante Mario terlihat jelas dari sini. Di tempat tebuka itu Hendrik dan Brutus memanfaatkan momen yang indah untuk berfoto bersama.

Kami tidak singgah di pos 3, kami-pun langsung jalan saja. Perjalanan melewati punggungan, jalur itu ternyata membawa kami ke jalur Bone-Bone. Saya langsung teringat ketika melewati jalur itu. Setahun lalu, saya pernah melakukan pendakian melewati jalur Bone-Bone bersama angkatan saya di Mapala UMI yaitu Alfian dan Rahmat Ipa.

Berjalan di atas punggungan yang medannya terbuka menambah semangat kami untuk berpetualang. Punggungan ini sangat panjang, rute yang dilalui mengatarkan hingga ke puncak Rante Mario. Saya berjalan paling depan, Brutus mengikut dari belakang. Yang lainnya masih jauh berada dibelakang. Tiba di ketinggian yang medannya terbuka saya dan Brutus istirahat menunggu teman-teman lain. Ketika semuanya tiba, perjalanan kembali dilanjutkan dengan jalan bersamaan.

Rencananya kami akan istirahat makan siang di pos 5. Makanya kami harus bersamaan melewati jalur pendakian agar bisa istirahat bersamaan juga. Menuju pos 5 jalurnya masih terbuka. Tiba di pos 5 Brutus ke sungai sebelah kana jalur untuk mengambil air untuk kebutuhan masak memasak. Yang lain istirahat. Saya sendiri mengumpulkan sisah-sisah sampah yang ditinggal oleh para pendaki. Saya membakar sampah yang sudah terkumpul itu. Tak lama kemudian Brutus kembali dengan air yang diambilnya dari sungai. Mustafid pun langsung mengambil air yang dibawa oleh brutus. Mustafid memasak nasi dan juga air hangat.

Pukul 13.12 WITA perjalanan dilanjutkan menuju pos 6. Perjalanan masih melewati jalur diatas punggungan yang panjang. Jaya berjalan paling depan, karena ia ingin sampai lebih dulu untuk bisa sampai di pos 6. Saya dan Brutus berdampingan jalan menyusul Jaya. Sedangkan Hendrik dan Mustafid serta kedua temannya dari Mappasse menyusul dari belakang.

Melanjutkan perjalanan menuju pos 7 masih berjalan di atas punggungan, Brutus berjalan di depan dan saya mengikutinya dari belakang. Di pos 7 terdapat sumber mata air, tapi sungainya merupakan sungai musiman.

Saya dan Brutus tiba di pos 7 pada pukul 16.32 WITA sore. Menunggu yang lainnya saya dan Brutus istirahat di pos 7. Melihat Jaya sudah tiba menghampiri, Saya langsung melanjutkan perjalanan menuju tempat Camp ke 2 bersama Brutus. Sebelum jalan saya menyuruh Jaya istirahat di pos 7 sembari menuggu kedatangan teman-teman lain yang masih sementara berjalan dibelakang.

Saya mulai jalan bersama Brutus dengan menaiki tanjakan yang tidak begitu terlalu curam. Perlahan-lahan meninggalkan Pos 7. Jalan atau jalur yang kulalui membawa kami di ketinggian 2000-an Mdpl. Tanjakan demi tanjakan kami lalui dengan hati-hati. Diantara tanjakan yang dilalui inilah tanjakan yang paling extreme dan medannya tertutup. Terkadang kita harus memperbaiki alur pernapasana akibat kelelahan melewati tanjakan itu. Hingga akhirnya kami tiba ditempat yang landai dan terbuka. Kabut tipis mulai kelihatan dan udaranya bertambah dingin. Ditempat yang terbuka itu saya bersama Brutus menunggu teman-teman yang lain.

Hendrik pun tiba lebih dulu dan langsung menghampiri saya, ia lalu bertanya kepada saya untuk mencari tempat camp. Memang waktu itu sudah menunjukkan sudah pukul 17.25 WITA. Sayapun langsung menyuruh Brutus untuk mencari lokasi tempat camp yang layak untuk mendirikan camp. Brutus langsung mencari dan saya bersama Hendrik menuggunya.

Teman teman yang masih dibelakan juga mulai tiba di tempat yang terbuka ini. Kami bersama sitirahat sambil menunggu kedatangan Brtus yang lagi mensurvei lokasi tempat camp. Brutus dari kejahuan meniupkan pluitnya sebagai kode bahwa ia telah menemukan lokasi camp. Sempritan dari Brutus itu kemudian dibalas oleh Hendrik dengan teriakan. " Bagaiamanaji Brutus, adami tempat camp kau dapat," teriak Hendrik. Brutus pun membalas teriakan hendrik dengan teriakan pula. "Iyye kak, ada saya dapat tempat camp," balas teriak Brutus.

Mendegar teriakan Brutus saya langsung jalan menghampiri Brutus, dan lansung menuju tempat camp. Brutus menunjukkan lokasi tempat camp itu kepada saya, denga begitu saya langsung jalan dan mencari lokasinya. Setelah itu Brutus memanggil teman-teman yang lain untuk ikut ke lokasi tempat camp yang sudah saya tuju. Semua tiba di tempat camp. Kami langsung membagi job masing-masing dalam mendirikan camp. Saya membuka Keril yang dibawa oleh Mutafid untuk mengambil tenda. Yang lain menyiapkan peralatan masak. Saya bersama Jaya mendirikan camp.
.
Lokasi Camp ke-2 tak jauh dari puncak
Mustafid bersama Brutus mengolah masakan untuk makan malam. Sedang Hendrik dan dua temannya mendirikan tendanya. Setelah semuanya beres kami ber-tujuh duduk didekat Mustafi yang sementara memasak air dan nasi. Tak tahan dingginnya dilokasi tempat camp itu, saya bersama yang lainnya berinisiatif untuk membuat perapian (api unggun) sekedar menghangatkan tubuh kami sekaligus membakar dan mengumpulkan sampah.

Keesokan paginya  semua bangun, Mustafid kembali mengolah makanan, Brutus dan Jaya mengambil kamera untuk mendokumentasikan lokasi tempat camp. Udara pagi itu terasa dingin sehingga saya harus kembali membuat perapian. Hendrik dan bersama kedua temannya juga mulai keluar dari tendanya. Jaya dan Brutus masih asik berfoto-foto dengan pemandangan indah. Pagi itu pemandangan puncak terbuka tanpak dari kejahuan kelihatan puncak Rante Mario. Kadang kalau kabut datang puncaknya kembali  tertutup.

Pukul 08.00 WITA kami mulai jalan menuju puncak gunung Latimojong dengan nama puncak Rante Mario. Hendrik dan Brutus lebih dulu berjalan memasuki jalan setapak menuju puncak. Saya bersama yang lainnya menyusulnya. Kami beriringan jalan. Jalur yang kami lalui masih agak sedikit landai. Dengan begitu langkah kaki kami dipercepat pula.

*****

Akhirnya untuk kedua kalinya saya menginjakkan kaki di puncak tertinggi Pulau Sulawesi (3305 Mdpl) bersama ke tiga adik angkatanku dari Mapala UMI serta dua teman baruku dari Mappase. Tiba di puncak kami berfoto bersama denga gaya masing-masing di terunggulasi puncak. Saya bersama adik-adikku berfoto bersama dipuncak dengan gaya seperti sebuah anak tangga di Terunggulasi. Tangga yang saya maksud disni ialah berfoto berurutan menurut angkatan. Angkatanku sendiri bernama Jagad Halilintar (JGR), kemudian Hedrik, Musfafid dan Jaya nama angkatannya bernama Gemah Semesta (GST), sedangkan Brutus adalah angkatan baru dengan nama angkatannya Riuh Bahana (RBH). Kebetulan selama dilapangan saya yang paling tua hahahaha. . .

..