NRA.MPL.10.576.0384.JGR Kambuna 2012

Monday 14 October 2013

Catatan Kecil Dari "Atap Sulawesi"

12:10

Share it Please
Di puncak Rante Mario bersama Alvian Kambuna
Mengisi liburan kali ini saya akan mendaki ke gunung Latimojong di kab. Enrekang, Sulawesi Selatan. Sebenarnya pendakian ini adalah pendakian wajib teman satu angkatan saya yang bernama Rahmat Ipa, dikarenaka terlambat menyelesaikan jenjang pendidikannya di Mapala UMI Makassar. Ada juga angkatan saya yang lain yaitu, Alvian serta dua orang junior kami dari Mapala yakni Achied dan Ballato juga ikut mendampingi Rahmat Ipa, dalam pendakian wajibnya.


Kami berlima berangkat dari Sekretariat Mapala UMI pada hari Jumat 27 September pukul 19.00 Wita. Sebelum berangkat terlebih dahuulu kami berdoa membentuk lingkaran di halaman depan Sekretariat, hal yang sering dilakukan anak-anak Mapala UMI sebelum berangkat. Baik kegiatan apapun itu sebaiknya diawali dengan sebuah doa.

Saya, Achied, dan Ballato naik Angkot sedangkan Alvian dan Rahmat Ipa menggunakan motor, kami berlima sama-sama menuju terminal Daya untuk mencari mobil daerah tujuan kab. Enrekang yang ongkosnya Rp.70.000/orang



Alvian yang tinggal disekitar Daya singgah di ruamahnya untuk menitip motornya, kami berempat menunggunya di depan pintu masuk terminal Daya. Alvian juga kebetulan memiliki keluarga di bawah kaki gunung Latimojong.

Mobil sewa yang kami tumpangi mulai meninggalkan terminal Daya pada 
pukul 20.21 WITA. Perjalanan menuju kabutapaten Enrekang memakan waktu kurang lebih 6 jam. Mobil kijang Innova plat kuning tersebut, melaju dengan kencangnya menuju kabupaten Enrekang meniggalkan kota Makassar.

Tiba di Kabupaten Enrekang 03.05 Wita dinihari. Saya tidak begitu melihat jelas suasana pada subuh itu karna kondisi masih mengantuk bercampur capek akibat kelamaan duduk di atas mobil.

Kami berlima singgah di rumah kerabat Alvian yang bernama bapak Tirsa. Kami berlima segera masuk ke rumah panggung yang penuh tanaman hias itu untuk istirahat. Ketika ingin istirahat tiba-tiba keluar seorang gadis yang manis sambil menyapa Alvian. Ternyata gadis itu adalah sepupuh Alvian yang juga anak bapak Tirsa. Dia mengambilkan 5 lembar selimut untuk dipakai tidur, cuaca pada malam itu memang sangat dingin.

Pagi tiba Rahmat Ipa dan Alvian sudah terlebih dulu bangun mempersiapkan surat-surat perizinan untuk pendakian. Mendengar keduanya sudah bangun saya, Achied dan Ballato juga ikut bangun dan langsung menuju ke kamar mandi. Ketika menuju ke kamar mandi saya melihat sepupu Alvian sedang meyiapkan sarapan pagi untuk kami berlima.

Setelah sarapan, kami berlima pamitan dan berangkat menggunakan ojek menuju dusun Bone-Bone. Ojek yang kami sewa Rp.50.000/orang. Memang mahal karena perjalanan menuju dusun Bone-Bone sedikit mendaki dan badan jalannya berlubang-lubang sementara dalam perbaikan. Diperjalanan, Rahmat Ipa dan Alvian singgah di kantor Polisi dan kantor Kecamatan untuk melakukan perizinan perjalanan.

Tiba di dusun Bone-Bone pukul 14.38 Wita, kami singgah di rumah bapak kepala dusun untuk melakukan sosiologi pedesaan (Sosped). Rahmat Ipa juga memutuskan untuk ginap satu malam di dusun ini sekaligus
mempersiapkan fisik untuk pendakian esok harinya.

* Sebuah Perkampungan  yang Bebas Asap Rokok

Ternyata dusun Bone-Bone merupakan kampung yang bebas dari asap rokok. Sebelum memasuki perkampungan Bone-Bone ada tulisan didekat gerbang masuk yang bertuliskan "Selamat Datang Di dusun Bone-Bone, Anda Memasuki Perkampungan Bebas Asap Rokok."

Kami disambut baik oleh kepala Dusun dan warga dikampung ini. Rahmat Ipa mengajak kepala dusun berbincang-bicang mengenai keadaan desanya sekaligus mengaplikasikan materi Sosped.

Dari luar saya mengamati kedalam rumah, tampak Isteri bapak kepala dusun sedang menyiapkan makan siang buat kami berlima. Keluarga ini sangat baik.

Tapi ada hal  lain kami rasakan setelah makan, Saya, Alvian, Achied dan Ballato yang perokok terpaksa harus survival rokok. karena takut didenda. Untuk menghilangkan rasa kecanduan rokok, baiknya tidur saja.

Orang yang kedapatan menjual ataupun merokok di dusun ini akan dikenakan denda. Jangankan yang merokok, memegang saja juga akan kena denda. Dendanya bagi warga dusun itu sendiri berupa uang atau tenaganya sebagai gantinya untuk memperbaiki fasilitas umum yang ada di dusun tersebut. Sedangkan bagi yang pendatang atau tamu akan diusir dari dusun Bone-Bone.

Tepat pukul 06.00 Wita pagi kami bangun pagi. Dari dalam dapur, Isteri bapak kepala dusun kembali memasak untuk sarapan buat kami. Setelah makan, kami mulai mengganti pakaian lapangan dilanjutkan packing. Pukul 07.21 Wita kami mulai pamitan kepada bapak kepala dusun dan isterinya.

** Awal Pendakian Lewat Jalur Bone-Bone

Kami berdoa seperti biasa sebelum memulai perjalanan memasuki kawasan hutan. Perjalanan diawali dengan melewati jalan pengerasan yang panjang dan mendaki sekitar kurang lebih 1km

Hingga akhirnya kami memasuki jalan setapak menuju pos pertama kaki gunung Latimojong. Didalam perjalanan kami berpapasan dengan seorang Petani kopi yang hendak ingin ke kebun kopinya. Perjalanan menuju pos 1 sedikit mendaki dan tanjakannnya panjang sehingga mengakibatkan, otot-otot pergelangan tangan dan kakiku terasa ngilu. Mungkin karena saya jarang latihan fisik dan tiba-tiba naik gunung.

Melewati pos 1, tanjakan demi tanjakan kami lalui sampai akhirnya kami tiba di tempat yang datar, kami berlima serentak duduk. Seketika itupun kami saling berhadapan dengan napas yang sedikt  kecuali Rahmat Ipa. Kami melanjutkan perjalanan menuju pos 2 dengan kondisi medan masih menanjak. Pukul 11.56 Wita kami tiba di pos 2 dilanjutkan dengan istirahat makan siang.

Perjalanan dilanjutkan tepat pukul 13.05 Wita. Dalam perjalanan Rahmat Ipa sibuk mengamati Flora dan Fauna di sekitar kiri kanan jalan setapak. Sedangkan Alvian sibuk mengotak-atik GPS serta Peta yang ada di tangannya. Alvian dipercayakan membantu Rahmat Ipa dalam mengambil titik kordinat setiap pos selama di lapangan

Proses pendakian wajibnya, harus mengambil data titik kordinat, mendata Flora-Fauna yang ditemui pada saat jalan. Data kordinat tiap camp, data kerusakan lingkungan serta data-data yang wajib dimasukkan dalam laporannya nanti.

Sedangkan saya sendiri bertindak sebagai Leader. Achied dan Ballato mengikut dari belakang. Seterusnya begitu sampai tiba di tempat camp pertama yaitu pos 4. Di pos 4 kami camp didekat sumber mata air Wailea (air merah) sebutan warga sekitar kaki gunung Latimojong.

Setibanya kami langsung mengambil tugas masing-masing yaitu saya sendiri membuat perapian. Rahmat Ipa dan Alvian mendirikan tenda. Ballato menunggu Acied yang sedang mengambil air di Wailea untuk masak
kopi dan teh.

Tenda sudah berdiri, api unggung yang saya buat sudah menyala. Kopi dan teh yang dibuat Ballato sudah siap, dilanjutkan masak nasi. Kami berlima duduk di luar camp di samping api unggung beralaskan matras
sambil menuggu nasi matang dengan menikmati teh dan kopi buatan Ballato.

Menu makan malam pertama di dalam hutan yaitu nasi, mie goreng dan
ikan kaleng. Kami makan bersama masih ditempat yang sama didekat api unggun. Setelah makan, Rahmat Ipa mengevaluasi hasil perjalanan yang kami lalui tadi.

Dingin semakin menusuk sampai ditulang. Tak tahan dingin sayapun segera mengganti pakaian lapangan dengan pakai tidur. Saya melihat badan Alvian tanpak menggigil sama seperti yang lainnya, tak kuasa menahan hawa dingin pada sore itu.

Kabut tebal mulai menutupi tempat camp menjelang malam, kami berlima segera masuk ke dalam tenda. Saya tidur paling ujung kanan menggunakan Sleeping Bag (SB). Di samping saya Alvian yang masih menggigil meski ia sudah memakai Sleeping Bag. Sama juga Rahmat Ipa yang badannya sangat besar. Achied dan Ballato juga sama.

Paginya kami bangun, Ballato kembali memasak untuk makan pagi. Kami berlima bangun sarapan bersama di luar tenda. Selesai makan pagi kami langsung ganti pakaian lapangan. Setelah mengganti pakaian lapangan sayapun langsung membantu Rahmat Ipa melipat flysheet dan tenda. yang lainnya membersihkan area tempat camp.

Setelah semuanya packing, kami berdoa lagi membentuk lingkaran. Doa dipimpin oleh Rahmat Ipa selaku yang punya pendakian wajib. Kami berangkat tepat pukul 08.45 Wita. Kami berjalan melewati punggungan dengan tanjakan tidak terlalu extreme seperti hari pertama. Kami tiba di salah satu puncak yang terbuka. Alvian langsung membuka Peta serta GPS dan langsung menentukan posisi titik kordinat lokasi kami di peta dan di lapangan

Perjalanan kambali dilanjutkan dengan berjalan di atas punggungan yangpanjang. Tiba di pos 5, pemandangannya terbuka, tanpak dari jauh dusun Bone-Bone terlihat jelas dari pos 5. Ketika kabut datang pemandangan kembali tertutup.
.
Kondisi medan pos 5 jalur Bone-Bone (dok: Pribadi)
Rahmat Ipa mengambil gambar kondisi medan di pos 5 sebagai dokumentasi untuk laporannya. Alvian mengamati kondisi medan sambil melihat lembar Peta dan GPS di tangannya. Setelah keduanya mengambil data, kami berlima memanfaatkan foto-foto di atas puncak yang terbuka.

'
Rahmat Ipa saat berfoto di pos 5 jalur Bone-Bone
Persediaan air yang kami bawa sudah menipis. Sumber mata air berikutnya hanya berada di pos 8, target untuk istirahat siang harus sampai di pos 8. Tiba di pos 8, Rahmat Ipa lansung turun ke cerukan
sebelah kanan punggungan jalur yang kami lalui untuk mencari sumber mata  air. Achied juga ikut menemani Rahmat Ipa dengan botol kosong ditangnnya.

Sumber mata air yang di tuju jaraknya 500 meter kebawah. Kami bertiga menuggunya sambil mengamati area sekitar pos 8. Sisa-sisa sampah yang ditinggalkan oleh para pendaki terlihat dimana-mana. Sembari menunggu kedatangan Rahmat Ipa dan Achied membawa air, Saya, Alvian dan Ballato
mebersihkan area sekitar pos 8 dengan mengumpulkan sampah dan membakarnya.

Achied kembali dengan 2 botol yang terisi air, disusul Rahmat Ipa membawa Jergen 5 liter dengan air yang sama. Air yang dibawa Achied dipakai minum sisanya dipakai untuk jalan. Sedangkan yang di Jergen akan dibawa ke tempat camp berikutnya yaitu camp ke-2 untuk kebutuhan memasak.

Kami berjalan menuju tempat camp ke dua dengan menaiki tanjakan seperti hari pertama. Alvian memberi nama jalur pendakian ini dengan nama tanjakan penyeselan. Tanjakan kali ini memang sangat panjang, sesekali kami harus berhenti disetiap ujung tanjakan memperbaiki alur pernapasan yang tidak beraturan. Mengambil napas dalam-dalam.

Tanjakan yang kami lalui jalurnya sangat sempit, kiri kanannya jurang. Terkadang kami berlima harus lebih ekstra berhati-hati melewatinya. Tiba di tempat yang datar antara pos 9 dan puncak Rante Mario gunung Latimojong, Rahmat Ipa dan Alvian memutuskan untuk camp. Karena kondisi fisik yang mulai berkurang.
.
Tempat camp ke-2 antara pos 9 dan puncak Rante Mario
Rahmat Ipa kembali mendirikan tenda, Ballato membuka logistic dan lansung mengolahnya. Saya bersama Alvian memasang patok untuk Flysheet dan Tenda. Achied mengumpulkan kayu bakar untuk perapian. Lokasi camp yang kami tempati medannya terbuka, kadang kalau tak ada kabut desa-desa kecil di Enrekang dan Toraja terlihat jelas dari jauh. Ketika malam tiba lampu-lampu yang menyala dari rumah penduduk di bawah kaki gunung Latimojong juga terlihat dengan kelap-kelipnya.

Saat semuanya tertidur, saya dan Ballato keluar dari Tenda untuk melihat kabupaten Toraja pada malam hari dari puncak yang terbuka. Tetapi sebagian saja yang kelihatan sebab kabut masih menyelimuti area camp yang kami tempati.
.
Kondisi medan di camp ke-2
Pagi-pagi buta Alvian sudah bangun berada di puncak menuggu matahari pagi terbit dari balik puncak pegunungan. Alvian sengaja bangun lebih awal agar dapat memanfaatkan moment foto bersama sunrise yang mulai muncul dipagi itu.

Melihat Alvian sudah bangun, saya menyusulnya dan foto bersama. Rahmat Ipa, dan kedua adik angkatan kami Achied dan Ballato juga mulai keluar tenda. Ballato kembali bertugas memasak untuk sarapan pagi. Yang lain masih berpose dengan gaya-gaya adventurenya (istilah anak-anak Mapala Umi) berfoto-foto di puncak bersama Alvian.

Tak lama kemudia Ballato memanggil kami sarapan pagi "Makan... Makan... Sudah masakmi makanan" teriak, Ballato dari bawah lokasi camp dekat tenda.

Kamipun bergegas turun menghampiri tenda tempat Ballato masak. Kami makan pagi bersama seperti biasanya. Setelahnya makan pagi kami segera mengganti pakaian lapangan dilanjutkan dengan packing dan melipat Flysheet dan Tenda.

Sebelum berangkat meninggalkan tempat camp. Saya kembali memeriksa apakah masih ada barang atau sampah yang tertinggal. Api yang masih menyala ku padamkan dengan sisa air vedplesku. Pukul 08.58 kami mulai berdoa seperti hari pertama dan melanjutkan perjalanan menuju Terunggulasi puncak Rante Mario  Latimojong.

Rahmat Ipa berjalan di depan kemudian disusul Achied dan Ballato. Saya dan Alvian mengikut dari belakang. Sebelumnya, Rahmat Ipa sudah pernah menginjakkan kakinya di puncak Rante Mario gunung Latimojong. Bersama anak-anak Mapala UMI lainnya setahun yang lalu. Makanya kami persilahkan Rahmat Ipa berjalan didepan sebagai penunjuk jalan atau Leader.
.
foto bersam batu besar yang kami lewati saat mendekati puncak Rante Mario
Mendekati puncak, jalan setapak yang kami lalui semakin lebar. Pemandangannya juga terbukabagaikan negeri di atas awan.Achied yang mengambil posisi di depan mendahului Rahmat Ipa menuju puncak Rante Mario sudah berada di Terunggulasinya. Ia sedang menuggu sambil membuka bajunya. Dari kejauhan saya melihatnya berdiri di atas Terunggulasi dengan teriakan memanggil-manggil kami yang sedang berjalan menuju Terunggulasi tempatnya berdiri.

Akhirnya kami sampai juga di puncak tertinggi Sulawesi dengan ketinggian 3305 mdpl. Tiba di puncaknya, saya langsung melepas Depeck yang ada di pundakku dan langsung berdiri Terunggulasinya. Rahmat Ipa, Alvian, Achied dan Ballato tampaknnya sangat bahagia, saat ketika sampai di puncaknya.

Kami tiba di puncak pukul 09.28 Wita. Waktu kami hanya 1 jam berada di puncaknnya karena kami akan lansung turun ke dusun Karangan di bawah kaki gunung Latimojong. Ramat Ipa mengambil data sedangkan yang lainnya memanfaatkan waktu yang sedikit ini dengan berfoto-foto di puncak Rante Mario gunung Latimojong.
.
Foto bersama Rahmat Ipa, Alvian dan Achied di terunggulasi puncak Rante Mario
Melihat keempatnya asik berfoto-foto di Terunggulasi puncak, saya juga tak ingin melewatkan momen ini, Sayapun ikut berfoto-foto bersama dengan mereka. Dengan gaya Adventureku (istilah anak-anak Mapala) berdiri di atas puncak terunggulasi sebagai dokumentasi pribadi saya bahwa saya telah menginnjakkan kaki di Atap Sulawesi.
.
Foto bersama Slayer Orangeku di terunggulasi puncak Rante Mario
Saya sengaja membawa Slayer Orangeku naik ke puncak untuk kukenakan pada saat foto di puncak Terunggulasi. Saya baru saja menyelesaikan jenjang pendidikan di Mapala. Ini pertama kali saya membawa Slayer Orangeku ke gunung dan gunung tertinggi pula.

Sedangkan Alvian yang sudah mendapatkan gelar sarjana membawa baju
Toganya naik ke puncak. Alvian yang juga satu timku sama-sama telah menyelesaikan jenjang pendidikan di Mapala UMI dengan baik dan berhak mengenakan Slayer Orange. Pada saat di Terunggulasi Alvian mengenakan Toga dan Slayer Orangenya.
.
Foto bersama Rahmat Ipa, Alvian dan Ballato di terunggulasi puncak Rante Mario
Rahmat Ipa, masih mengenakan Slayer Biru karena terlambat dan dia masih dalam tahap proses pendidikan di Mapala UMI. Sama halnya dengan Achied dan Ballato yang masih dalam proses pendidikan.

*** Dari puncak Rante Mario, Turun Lewat Jalur Karangan

Tak terasa waktu kami mulai habis. Kamipun menyudahi foto-foto untuk siap-siap melanjutkan perjalanan pulang. Doa kembali dipimping oleh Rahmat Ipa. Selesai berdoa kami langsung jalan. Diperjalanan pulang kami bertemu dengan beberapa pendaki dari kabupaten Sidrap jumlahnya sekitar 7 orang yang hendak ingin menuju puncak. Kami bersalaman dengan ketujuh pendaki itu.

Melewati pos 9 karangan, jalurnya sudah mulai agak terjal. Sampai di pos 7 karangan, kami singgah di sungai mengambil air. Alvian dan Achied turun ke bawah sebelah kanan jalur menuju sungai mengambil air.
Rahmat Ipa menagambil data. Saya dan Ballato istirahat di sebuah puncak sambil membuka baju karena badan gerah akibat keringatan pada saat jalan melewati jalur turunan yang begitu terjal. Dari jauh saya
melihat sungai yang di tuju Alvian dan Achied sangat cantik. Air sungainya sangat dingin dan jernih teriak Alvian dari bawah sungai.

Setelah mengambil air, kami melanjutkan perjalanan, Rahmat Ipa berjalan paling depan kemudian disusul oleh Achied dan Alvian.Dibelakang saya ada Ballato.

Tiba dipos 6, Rahmat Ipa kembali mengambil titik kordinat pos 6  serta fotonya sebagai bahan dokumentsi untuk laporannya. Hujan pegunungan mulai turun membasahi pos 6.  Kami tak ingin lama-lama disini, kami segera melanjutkan perjalanan menuju pos 5.

Karena kami sudah mendekati perkampungan dan logistic masih banyak yang tersisa kami putuskan makan siang di pos 5. Tiba di pos 5 tepat pukul 12.00 Wita. Ballato yang jago masak kembali memmasak. Sedangkan Rahmat Ipa mengambil air di sungai. Saya, Alvian dan Achied membersihkan dan mengumpulkan sampah-sampah yang berserahkan. Sampah yang kemudian terkumpul dibakar. Sekaligus membuat perapian untuk menghangtkan badan kami yang basah karena kehujanan pada saat jalan.

Perjalanan kami lanjutkan setelah makan siang di pos 5. Jalur yang kami lalui semakin terjal ketika melewati pos 4 dan pos 3. Jalan setapak yang kami lalui menuju pos 2 sangat terjal dan ini yang paling terjal diantara semua pos yang kami lewati. Ketika tiba di pos 2 Karangan, kami singgah istirahat sebentar di dekat sungai. Kami berlima ke sungai membersihkan badan dan mencuci peralatan.

Setelah bersih-bersih, kami lansung jalan menuju pos 1. Menuju pos 1 kami melewati jalan setapak di pinggangan yang jalannya mulai landai. Di pos 1,  Rahmat Ipa dan Alvian singgah mengambil data. Sedangkan saya, Achied dan Ballato langsung jalan. Rumah-rumah penduduk mulai terlihat dari tempatku berdiri. Menandakan bahwa kami sudah dekat dengan kampung yaitu dusun Karangan.

Saat jalan melewati kebun kopi, saya melihat seorang petani kopi yang sedang berdiri didalam kebunnya sambil tersenyum kepada kami. Kami membalas senyum petani itu. Dari pos 1 ke dusun Karangan kami melewati jalan yang berbatu dengan tanah merahnya. Sedangkan di sebelah kanan jalan ada sungai besar.  Memasuki perkampungan kami disambut anak-anak kecil yang berlarian sambil bermain bola.

Didalam kampung rupanya ada yang sedang mengambil gambar untuk sebuah acara tayangan TV Nasional yaitu acara "INDONESIAKU" yang ditayangkan di Trans7.  Tayangan ini mengangkat masalah pendidikan yang kurang diperhatikan oleh pmerintah yaitu pendidikan pedalaman dusun Karangan yang tak seindah' Alamnya. Kami langsung menuju rumah bapak kepala dusun Karangan, bernama bapak Sinu (41) untuk istirahat sekaligus menanyakan tentang keadaan dusunnya.